Beranda NEWS Nasional Aksi Brutal puluhan debt collector atau “Mata Elang” Memakan Korban Jurnalis yang...

Aksi Brutal puluhan debt collector atau “Mata Elang” Memakan Korban Jurnalis yang Sedang Bertugas menegakan Demokrasi 

111
0
Dok – Korban Penganiaayan Sejumlah Jurnalis dan membuat Laporan Polisi di Kantor Kepolisian Setempat

Rantau Parapat -gnewstv.id

Aksi brutal sejumlah debt colektor yang diduga dari perusahaan pembiayaan ACC Finance Rantauprapat kini menelan korban dan juga memicu kegaduhan publik.

Dalam rekaman video yang Viralll beredar di media sosial, tampak sejumlah pria berpakaian preman menyerang dua Jurnalis media Siber, tepat di depan kantor Astra Credit Companies (ACC), Jalan Sisingamangaraja, Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Kronologi Kejadian : Berdasarkan Informasi yang dihimpun, insiden bermula ketika dua wartawan mendatangi lokasi untuk menggali informasi terkait aksi penyitaan kendaraan yang diduga dilakukan tanpa prosedur hukum sah. Alih-alih memberikan keterangan, para debt collector justru melampiaskan kekerasan fisik

Korban pengeroyokan yakitu :Andi Putra Jaya Zandroto, media Siber Satgasus Mitramabesnews.id Ahmad Idris Rambe, Pimpinan Redaksi Radarkriminaltv.com

Setelah dianiaya, keduanya langsung menghubungi layanan darurat Polisi 110 untuk meminta perlindungan. Mereka kemudian melapor ke Polres Labuhanbatu. Polisi telah menerbitkan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Koraban dengan  Nomor: LP/B/1137/IX/2025/SPKT/POLRES LABUHANBATU/POLDA SUMATERA UTARA.

Kapolri: Penarikan Paksa Bisa Masuk Pidana

Kapolri Jenderal Listio Sigit Prabowo sebelumnya pernah menegaskan bahwa penarikan paksa kendaraan oleh para debt collector merupakan tindak pidana. Ia

Jika dilakukan di rumah debitur, bisa dikategorikan sebagai pencurian (Pasal 362 KUHP).

Jika dilakukan di jalan, masuk kategori perampasan (Pasal 368 atau Pasal 365 KUHP ayat 2, 3, dan 4).

Pernyataan ini sejalan dengan Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang menyebutkan bahwa eksekusi jaminan fidusia wajib melalui kesepakatan sukarela antara kreditur dan debitur. Jika ada penolakan, maka wajib ditempuh jalur pengadilan.

Kecaman dan Tuntutan

Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Sumatera  Utara , Kh. Dr.s Rony Syahputra C.BJ, C.EJ, mengutuk dan mengecam keras segala tindakan brutal para debt coletor itu, sebab” mereka bekerja tidak memiliki dasar hukum yang jelas, apalagi merampas hak para masyarakat yang ulah danntindakan mereka, jelas -jelas melanggar hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, apa lagi korbanya adalah para pencari informasi dan berita ( Jurnalis -red ).

“Kriminalisasi terhadap wartawan sama artinya dengan membunuh kebebasan Pers. UU No. 40/1999 sudah jelas melindungi kerja jurnalistik. Polisi Labuhanbatu jangan berlama-lama dalam penanganan kasus ini. Tindakan tegas harus segera dilakukan, dan kami akan terus mengawal hingga keadilan benar-benar ditegakkan,” tegasnya

Sejumlah pemerhati hukum juga menilai tindakan ACC Finance dan para debt collector tersebut sebagai bentuk premanisme berkedok penagihan utang yang mencoreng citra industri pembiayaan.

Ancaman Hukum Bagi PelakuPara pelaku pengeroyokan berpotensi dijerat dengan sejumlah pasal:

Pasal 18 ayat (1) UU No. 40/1999 tentang Pers: hukuman penjara maksimal 2 tahun atau denda Rp500 juta bagi pihak yang menghalangi atau menghambat kerja jurnalistik.

Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan: hukuman penjara hingga 5 tahun 6 bulan,Pasal 365 dan 368 KUHP: jika terbukti melakukan perampasan atau pencurian dan penarikan kendaraan.

Sorotan Publik terhadap ACC Finance

Kasus ini memunculkan pertanyaan besar terhadap manajemen ACC Finance. Publik menilai perusahaan harus bertanggung jawab atas tindakan para  oknum – oknum  debt collector yang jelas-jelas bertindak di luar kewenangan hukum. Kegagalan perusahaan dalam mengawasi para penagih hutang membuat citra ACC kian tercoreng.

Peristiwa pengeroyokan wartawan di Labuhanbatu ini, menambah daftar panjang kasus kekerasan debt collector di Indonesia. Selain mengancam kebebasan pers sebagai pilar keempat demokrasi, kasus ini juga menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum untuk menunjukkan konsistensi dalam menindak para pelaku pelanggaran hukum tanpa pandang bulu. ( tim -red )..Bersambung….