
Tebing Tinggi – gnewstv.id
Senin 26/05/2025-Sumut — Kasus pelaporan dugaan penganiayaan yang menyeret nama keluarga wartawan Satam JM dari Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) terus menuai sorotan. Indikasi pemaksaan proses pidana, dugaan intervensi terhadap jurnalis, hingga manipulasi alat bukti menjadi rangkaian kejanggalan yang kini tengah disorot masyarakat dan Insan kalangan pers.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, penyidik Polres Tebingtinggi bersikeras akan menaikkan status perkara ke pengadilan, meski fakta-fakta di lapangan menunjukkan sejumlah kejanggalan. Salah satunya, keberadaan rekaman video yang merekam langsung insiden penyerangan terhadap rumah terlapor di Dusun II Desa Kuta Baru, Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, oleh pelapor yang diketahui berinisial An.
Rekaman Bukti Serangan Malah Dihapus dari Media Sosial
Satam JM, wartawan yang dilaporkan bersama keluarganya, menegaskan bahwa rekaman video penyerangan rumahnya oleh pelapor sempat beredar di media sosial, namun kini telah dihapus. Ia menduga hal ini merupakan upaya menghilangkan barang bukti yang justru merekam pelapor tengah melakukan tindakan penyerangan dan bukan sebaliknya.
“Saya masih menyimpan rekaman itu. Pelapor sempat memviralkannya di Facebook, lalu menghapusnya. Anehnya, pihak kepolisian malah terus mendorong proses hukum terhadap saya dan keluarga saya seolah-olah kami pelaku, padahal kami justru korban,” ujar Satam.
Diduga Ada Upaya Penggiringan Opini dan Kriminalisasi
Dalam penilaiannya, Satam menduga ada upaya sistematis dan masif dari pihak tertentu di tubuh Polres Tebingtinggi, untuk memaksakan proses hukum ( dugaan Kriminalisasi ) demi menjerat dirinya dan keluarga. Hal ini ditengarai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap Insan Pers yang kerap mengkritisi kinerja aparat.
“Sinergitas antara polisi dan wartawan seolah hanya formalitas belaka. Saat Hari Pers Nasional, kita dipuji-puji. Tapi di lapangan, kita diintimidasi. Ini bukan kali pertama terjadi, dan ini bukti bahwa wartawan sebagai pilar keempat demokrasi masih rawan ditekan dan di kriminalisasi tambahnya.
Penasehat Hukum: Unsur Pidana Lemah, Layak Diterbitkan SP3
Hendra Prasetyo Hutajulu, SH., MH., selaku penasehat hukum Satam JM menegaskan bahwa laporan penganiayaan yang diajukan oleh pelapor An ,tidak memenuhi syarat hukum untuk diteruskan ke pengadilan.
“Bukti dan saksi mahkota tidak lengkap, alat bukti utama justru memperlihatkan pelapor sebagai pihak yang menyerang. Maka secara hukum, laporan ini seharusnya dihentikan melalui penerbitan SP3. Bila tidak, ini rawan jadi preseden buruk bagi kineja aparat penegak hukum terlebih di Institusi jajaran Kepolisian,” ujarnya.
Tuntutan Gelar Perkara di TKP dan Permintaan Evaluasi ke Propam Mabes Polri
Pihak Satam JM mendesak agar gelar perkara tidak dilakukan di lingkungan Polres Tebingtinggi, melainkan langsung di tempat kejadian perkara (TKP) guna menjamin objektivitas dan transparansi. Mereka juga meminta Propam Polda Sumut dan Propam Mabes Polri turun tangan menyelidiki indikasi pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang oleh unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tebingtinggi.
“Kami khawatir ada penggiringan opini dan permainan di internal Polres. Gelar perkara harus di TKP agar semua pihak bisa melihat langsung konteks dan kronologi kejadian. Jika dibiarkan, ini bisa jadi contoh buruk tentang perlakuan aparat terhadap Insan Pers di Republik ini ,” tutup Satam. ( tim – red )






