Karo, gnewstv.id
Sengketa tanah seluas 15.000 m² milik Datmalem Ginting dan 5.000 m² milik John Kuasa Barus yang sejak tahun 1992 hingga saat ini diusahai dan dibangun villa mari hill di kawasan danau lau kawar, kabupaten Karo,provinsi Sumatera Utara menuai kontroversi setelah putusan pengadilan negeri kabanjahe dan pengadilan tinggi medan yang dinilai tidak berdasar hukum dan tidak berdasar fakta persidangan. Bahkan kuasa hukum tergugat menegaskan bahwa oknum hakim Pengadilan Negeri Kabanjahe dan Pengadilan Tinggi Medan diduga telah melanggar kode etik.

Hal ini ditegaskan Jems Bangun, S.H Dan gabriel purba, SH, selaku kuasa hukum Datmalem Ginting Dan John Kuasa Barus dari kantor hukum jems bangun dan partners kepada wartawan di kantornya di jalan Jamin Ginting Medan.

Jems Bangun mengungkapkan historinya bahwa tanah tersebut telah dikuasai dan diusahakan oleh kliennya selama lebih dari duapuluhima tahun berdasarkan dokumen kepemilikan yang sah namun pada tahun 2023 seorang penggugat berinisial MS mengklaim tanah tersebut sebagai milik orang tuanya yang telah meninggal dunia.
Gugatan MS terhadap Datmalem Ginting terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe dengan nomor perkara 122/pdt.g/2023/pn kbj, sedangkan gugatan terhadap john kuasa barus terdaftar dengan nomor 123/pdt.g/2023/pn kbj.
Meskipun bukti yang diajukan oleh MS dianggap tidak autentik dan memiliki banyak kejanggalan majelis hakim PN Kabanjahe tetap mengabulkan Gugatan MS, yang kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) medan dengan nomor 12/pdt/2025/pt mdn dan nomor 13/pdt/2025/pt mdn.
“Padahal pendapat ahli M. Yahya harahap menjelaskan mengenai pengertian obcur libel yang berarti surat gugatan penggugat tidak terang atau isinya gelap (onduitdelijk) ataupun disebut juga dengan formulasi gugatan yang tidak jelas. Padahal agar gugatan dianggap memenuhi syarat formil, dalil gugatan harus terang dan jelas atau tegas (duitdelijk),” Ujar Jems.
Menurut Jems bangun,SH Dan Gabriel Ramahta Purba, S.H., putusan pengadilan mengabaikan bukti kuat yang diajukan kliennya termasuk akta jual beli yang sah yang dibuat di hadapan camat simpang empat sebagai pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) pada tahun 1996.
Sebaliknya, hakim lebih mempertimbangkan bukti dari ms yang tidak memiliki kekuatan hukum yang jelas, seperti surat perjanjian jual beli tanah ladang tahun 1973 yang hanya diketahui oleh kepala kampung, surat pernyataan sepihak yang tidak memiliki keabsahan hukum, surat kuasa penyerahan hak pakai tanah yang tidak mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun penerbitan serta tidak diketahui oleh kepala desa setempat.
“Selain itu batas tanah yang diklaim oleh MS dinilai tidak jelas dan berbeda-beda dalam dokumen yang diajukannya. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 1149 k/sip/1979, gugatan yang tidak memiliki batas tanah yang jelas seharusnya tidak dapat diterima,” Kata Jems.
Tim Pengacara dari kantor hukum Jems Bangun & Partners itu, juga menyoroti dugaan pelanggaran administratif dalam persidangan, dimana tambahan memori banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Medan pada 10 desember 2024 tidak dipertimbangkan dalam putusan hakim. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah berkas tersebut telah dilimpahkan atau sengaja diabaikan.
Menyikapi dugaan ketidakadilan ini, tim kuasa hukum telah mengajukan pengaduan resmi kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Ketua Komisi Yudisial RI, Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Dirjen Badan Peradilan Umum dan Ketua Komisi III DPR RI.
“Atas dugaan pelanggaran kode etik dari oknum Hakim di PN Kabanjahe dan PT Medan ini kita sudah melayangkan surat pengaduan resmi kepada sejumlah pihak seperti Ketua Mahkamah Agung RI, Ketua Komisi Yudisial RI, Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Dirjen Badan Peradilan Umum dan Ketua Komisi III DPR RI, sehingga kasus ini secepatnya diperiksa,” tegas Jems Bangun.
“Kami juga telah mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung RI melalui akta permohonan kasasi elektronik dengan nomor/ 122/pdt.g/2023/pn kbj/ untuk Datmalem Ginting dan 123/pdt.g/2023/pn kbj untuk John Kuasa Barus pada 24 februari 2025 lalu,” kata Jems.
Jems Bangun, SH, berharap Mahkamah Agung RI dapat memberikan pengawasan dan perlindungan hukum agar perkara ini diperiksa secara adil berdasarkan fakta persidangan dan hukum yang berlaku.
“Klien kami selaku pihak tergugat menginginkan hukum ditegakkan dengan benar tanpa ada intervensi yang mencederai keadilan. Dan harapannya mahkamah agung dapat menilai perkara ini secara objektif dan mengembalikan hak tergugat sesuai hukum yang berlaku,” Harap Jems
Sengketa tanah ini menjadi perhatian masyarakat luas, karena menyangkut keadilan bagi pemilik sah yang telah bertahun-tahun menguasai dan mengusahakan tanahnya.Kini masyarakat menanti bagaimana Mahkamah Agung RI menyikapi kasus ini demi menegakkan supremasi hukum di Indonesia.(Sur)









